Powered By Blogger

Rabu, 21 September 2011

Thinking Style in Learning


Gaya Berpikir dalam Menentukan Prinsip-prinsip dalam Belajar
Oleh Alex Sander

I.          PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia dikarunia oleh Tuhan berupa kelebihan dan kelemahan pada dirinya. Kelebihan dan kelemahan berjalan secara terpadu sehingga manusia tersebut mampu memahami dan mengatasi problematika yang dihadapi dirinya. Namun pada dasarnya manusia itu memiliki akal dan pikiran yang mampu ia pakai dalam menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya dan problematika yang menyelimutinya. Karunia akal dan pikiran inilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya. Filsuf Socrates mengemukakan bahwa manusia itu berpikir maka manusia itu ada.  Manusia itu mampu menggunakan pikirannya yang menjadikan makhluk yang istimewa dalam kehidupan ini. Tentunya, manusia itu senantiasa dikaruniai oleh permasalahan-permasalahan yang dihadapinya karenanya jika ia tidak punya masalah maka ia menjadi masalah. Karena permasalahan yang dihadapi itulah menjadikan manusia itu senantiasa itu berpikir secara berkesinambungan.
Selanjutnya, manusia itu menggunakan fungsi otak dan data-data yang tersimpan dalam memorinya (terutama pada long term memori) dalam proses berpikirnya. Berpikir itu berkaitan dengan aktivitas mental dan atau kognitif yang berujud pada pengolahan dan pemanipulasian informasi dari lingkungan dengan simbol-simbol atau materi-materi yang disimpan dalam ingatannya sehingga memungkinkan dirinya mendapatkan pemecahan masalah yang dihadapinya. Berpikir juga dapat dipandang sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state. Sebagai ilustrasi, seseorang akan membeli mobil. Oleh penjual ditawarkan berbagai macam merk dengan berbagai macam harga. Sebelum  pembeli itu memutuskan sesuatu jenis mobil yang akan dibelinya, si pembeli mengolah informasi-informasi atau pengertian-pengertian yang ada pada dirinya, kelebihan dan kelemahan masing-masing merk, hingga akhirnya pembeli memutuskan pada merk tertentu. Jadi jelas bahwa berpikir pada akhirnya memutuskan suatu tujuan dan tindakan mana yang sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
Selain itu, proses berpikir juga melibatkan simbol-simbol berupa kata-kata atau bahasa (language) dan juga bayangan atau gambaran (image). Sebagimana diungkapkan oleh Floyd L. Ruch (1967) bahwa berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang atau simbol-simbol sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Juga diungkapkan oleh Paul Mussen dan Mark R. Rozenzweig (1973) bahwa the term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation of concepts and symbols, representations of objects and events. Simbol-simbol tersebut diperolehnya berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dengan simbol bahasa itu, manusia mampu menciptakan ratusan, ribuan simbol-simbol yang memungkinkan manusia untuk berpikir secara sempurna. Selain itu, pelibatan image (Marx, 1976) dalam proses berpikir juga memungkinkan manusia itu menemukan gambaran yang jelas tentang persoalan yang dihadapinya. Berpikir dengan melibatkan image lebih mempertajam responnya terhadap stimulus yang diterimanya. Pada umumnya, berpikir lebih melibatkan simbol bahasa daripada simbol gambar.
Namun, proses berpikir juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengaturan ingatan dalam memori dan persepsi terhadap stimulus yang masuk ke dalam proses tersebut. Hal ini akan menyebabkan manusia memiliki gaya berpikir yang bervariasi dan berbeda dalam menanggapi stimulus yang diterimanya. Kemampuan pengaturan informasi-informasi atau data-data dalam long term memori tergantung pada pengaturan yang sekuensional (teratur) atau pengaturan yang random (acak). Sedangkan persepsi terhadap stimulus berkaitan dengan apakah persepsi tersebut konkrit (nyata) atau abstrak (tidak nampak). Persepsi sendiri diartikan sebagai pengalaman tentang objek , peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) yang melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976: 129 dalam buku Rakhmat, J, 2005: 51).
Persepsi dan pengaturan informasi yang diolah dalam long term memori yang berbeda-beda antar individu berimplikasi pada perbedaan gaya  berpikir individu itu sendiri. Dr. Anthony F. Gregorc mengembangkan sebuah pendekatan dalam mengenali gaya berpikir ini. Model ini memberikan wawasan, bagaimana pikiran individu itu didominasi cara pandang individu tersebut dan bagaimana individu tersebut mengatur informasi tersebut yang dituangkan dalam gaya berpikir. Gregorc sendiri mengklasifikasi gaya berpikir (thinking style) tersebut menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan kedua hal tersebut, yaitu: Sekuensional Konkrit, Sekuensional Abstract, Random Abstact, dan Random Konkrit. Gaya berpikir ini diharapkan mampu merumuskan dan merekomendasikan metode belajar seperti apa yang seharusnya individu gunakan sehingga  diharapkan tujuan belajar dapat dicapai secara  optimal oleh setiap individu.
b) Permasalahan
Permasalahan yang dirumuskan dalam makalah ini sebagai berikut:
1) Bagaimana gaya berpikir itu sebenarnya?
2) Bagaimana menentukan gaya berpikir seseorang?
3) Bagaimana Belajar itu sebenarnya?
4) Bagaimana gaya berpikir mempengaruhi dalam menentukan metode belajar seseorang?

II.        PEMBAHASAN
a) Konsep Berpikir
Taylor dkk (1977:55) mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (Thinking is an inferring process). Berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dari persoalan yang dipahami yang kemudian mampu menemukan pemecahan persoalan itu sehingga menghasilkan kesimpulan dan temuan baru. Tentunya, penarikan kesimpulan dalam proses berpikir ini dipengaruhi rekayasa dan manipulasi data-data dan atau pengertian-pengertian yang tersimpan dalam long term memori seseorang. Penarikan kesimpulan dalam proses berpikir ini dibagikan 3 (tiga) macam, yaitu: realistik, deduktif, dan induktif (Ruch, 1967:336). Berpikir realistik didefinisikan sebagai berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Berpikir deduktif adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dengan pernyataan umum yang kemudian pernyataan khusus. Sedangkan berpikir induktif merupakan penarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan khusus yang kemudian disimpulkan dalam pernyataan umum. Sarbana (2002:48-49) mendefinisikan berpikir sebagai proses aktifnya otak atau kognitif dalam mengolah infomasi yang diperlukan. Tentunya, proses kognisi sangat berperan dalam berpikir karena berpikir itu sendiri bertujuan pada pemecahan permasalahan yang tentunya memerlukan proses pertimbangan kognisi sehingga menghasilkan suatu keputusan. Berkaitan dengan keputusan ini Rakhmat (2005: 71) menegaskan bahwa (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Jadi  dalam proses berpikir, individu itu selalu dihadapkan kepada pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif yang harus dipilih oleh yang bersangkutan sebagaimana dikemukakan pada ilustrasi di atas.
b) Konsep dan Cara Menentukan Gaya Berpikir
Anthony F. Gregorc, profesor dibidang kurikulum dan pengajaran dari Universitas Connecticut, menyimpulkan bahwa manusia dalam berpikir didominasi oleh dua konsep, yaitu:
  1. Konsepsi tentang obyek/wujud yang dibedakan menjadi persepsi konkret dan abstrak, seperti para filsuf tentunya lebih banyak menggunakan persepsi yang abstrak dibanding pekerja yang cenderung menggunakan persepsi konkret.
  2. Kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan Random (non linear). Mereka yang sekuensial itu layaknya seperti jam, berurut, setelah jam 1 pasti ke jam 2, 3, 4, dst, sedangkan yang acak sebaliknya meloncat-loncat, bahkan yang satu belum selesai sudah pindah ke yang lain.
Jika kedua konsep tersebut dikombinasikan, maka didapat 4 kelompok gaya berpikir, yaitu: Sekuensial Konkret, Sekuensial Abstrak, Random Konkret dan Random Abstrak. Memang tidak semua orang dapat diklasifikasikan ke salah satunya, namun demikian kebanyakan kita cenderung pada salah satu gaya pikir tersebut dari pada yang lainnya. Berikut ini deskripsi tentang keempat gaya berpikir di atas:
1) Sekuensional Konkret
Persepsi yang konkret dan pengaturan informasi yang sekuensional menghasilkan kombinasi sekuensional  Konkret. Tipe pemikir Sekuensial Konkret realitas terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indera fisik, yaitu :(a) Indera Penglihatan, (b) Indera Perabaan, (c) Indera Pendengaran, (d) Indera Perasaan, dan (e) Indera Penciuman. Tipe pemikir ini dapat mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta informasi rumus-rumus dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Makalah adalah salah satu sumber belajar yang baik bagi tipe pemikir ini. Mereka menyukai prosedur khusus dan pengarahan-pengarahan sehingga mereka mampu menjadi orang bisnis yang baik. Kiat-kiat jitu bagi pemikir ini adalah :(a) Membangun organisasional,  (b) Cari tahu detil apa yang diperlukan, (c) Membagi proyek menjadi beberapa tahapan, dan (d) Menata lingkungan kerja yang tenang.
2) Sekuensional Abstrak
Persepsi yang abstrak dan pengaturan informasi yang sekuensional menghasilkan kombinasi Sekuensional Abstak.  Tipe pemikir sekuensional Abstrak meliputi pemikir yang bisa menemukan gagasan yang kadang-kadang tidak terpikirkan oleh orang lain. Filosof dan ilmuwan peneliti ternama mempunyai cara berfikir tipe ini, mereka berfikir dalam konsep dan menganalis informasi. Dunia mereka adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Proses berfikir mereka adalah proses berpikir logis, rasional dan intelektual. Aktivitas favorit mereka adalah membaca, dan jika mereka mengerjakan sesuatu mereka akan melakukan dan memikirkan secara mendalam. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan memahami teori-teori dan konsepnya. Biasanya mereka lebih suka bekerja sendiri dari berkelompok. Dapat disimpulkan bahwa tipe ini adalah tipe yang konseptor dan pemikir  yang mendalam suatu pandangan atau peristiwa permasalahan yang terjadi.
3) Random Abstrak
Kombinasi persepsi yang abstrak dengan pengaturan informasi yang random (acak) menghasilkan kombinasi Random  abstrak. Dunia nyata pada tipe pemikir Acak Abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. Mereka tertarik pada nuansa dan sebagian lagi cenderung pada mistisme. Pikiran pada tipe ini menyerap ide-ide, informasi dan kesan serta mengaturnya dengan refleksi. Perasaan sangat mempengaruhi dan dapat lebih meningkatkan belajar mereka.
Tipe pemikir ini merasa dibatasi ketika berada di lingkungan yang sangat teratur, mereka suka berkiprah di lingkungan yang tidak teratur yang berkaitan dengan banyak orang. Beberapa kiat bagi tipe pemikir ini adalah : (1) Gunakan kemampuan alamiah untuk bekerja sama dengan orang lain, (2)Ketahuilah betapa emosi dapat mempengaruhi konsentrasi, (3) Bangunlah kekuatan belajar dengan berasosiasi, (4) Lihatlah gambaran besar, (5) Waspadalah terhadap waktu, dan (6)Gunakan isyarat-isyarat visual.
4) Random Konkret
Kombinasi persepsi yang konkret dengan pengaturan informasi yang random (acak) menghasilkan kombinasi Random Konkret. Untuk pemikir Random Konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Mereka berdasarkan pada kenyataan tetapi sering melakukan coba-coba (trial and error) karenanya mereka sering melakukan lompatan yang intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif yang sebenarnya.
Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri dan waktu bukanlah skala prioritas bagi orang-orang pemikir ini. Mereka lebih terobsesi pada pada proses daripada hasil. Pemikir tipe ini berpegang pada realitas dan mempunyai sikap ingin mencoba. Beberapa kiat bagi pemikir acak konkret adalah: (1)Lihatlah logika, (2) Suburkan kecenderungan, (3) Upayakan keteraturan, dan (4) Analisislah orang-orang yang berhubungan dengan kita.
Selanjutnya, Gregorc juga telah merumuskan kuesioner yang dapat menentukan seseorang tergolong pada tipe atau gaya berpikir yang telah digambarkan di atas. Kuesioner ini disebut dengan Kuesioner Byts. Berikut ini contoh kuesioner tersebut, yaitu:
Tabel 1. Kuesioner Byts
Untuk Menentukan Gaya Berpikir

No
A
B
C
D
1

Informasi

Konsep

Khayalan

Tiba-tiba
2

Terbukti

Kritis

Menyenangkan

Baru
3

Cara

Ide

Partisipasi

Tujuan
4

Sendiri

Satu gagasan

Bekerja sama

Bersaing
5

Bekerja

Berpikir

Berperasaan

Pencoba
6

Terencana

Terpola

Tercakup

Semua beres
7

Fakta

Sebab akibat

Orang yang terlibat

Tantangan
8

Tuntas

Sepakat

Reda

Puas
9

Data

Konsep

Berputar

Lompatan
10

Apa adanya?

Ada apanya?

Siapa saja?

Mengapa?
11

Satu subjek

Hubungan antar subjek

Pengajar

Manfaat
12

Akurasi

Beralasan

Pertimbangan

Berbeda
13

Langkah

Akibat

Spontanitas

Peluang
14

Mencatat

Berargumen

Menafsirkan

Menyimpulkan
15

Pengatur

Peneliti

Penasihat

Innovator
(Ketentuan: Berikan skor pada yang paling sesuai secara berurutan. Skor 4 (paling sesuai), skor 3 (sesuai), skor 2 (kurang sesuai), dan skor 1 (tidak sesuai))
Sumber: Sarbana dkk (2002:67-68)
           
            Kuesioner tersebut di atas berfungsi sebagai penentu kategori gaya berpikir seseorang yang mana lebih mengarah. Dominasi jawaban yang sesuai atau paling sesuai untuk Kolom A menunjukkan bahwa tipe orang tersebut tergolong pada Sekuensional Konkret, untuk kolom B tergolong Sekuensional Abstrak, untuk kolom C tergolong pada Random Abstrak, dan untuk kolom D tergolong pada Random konkret.
c) Konsep Belajar dan prinsif-prinsif Belajar
Skinner (1958:199) mendefinisikan belajar “learning is a process of progressive behavior adaptation”. Dari definisikan tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif atau berkesinambungan. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresivitas, adanya tendensi ke arah yang lebih sempurna atau lebih baik dari keadaan sebelumnya. Morgan, dkk (1984:112) melengkapi definisi tersebut bahwa “learning can be defined as any relatively permanent change in behavior which occurs as a result of practice or experience”. Definisi ini bermaksud bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang permanen akibat hasil latihan dan atau pengalaman seseorang.
Bertitik tolak dari definisi yang disebut di atas bahwa ada beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, yaitu:
(1) Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku.
(2) Perubahan perilaku itu dapat aktual, yaitu yang menampak, tetapi juga bersifat potensial, yang tidak nampak pada saat itu, namun nampak pada kesempatan yang lain.
(3) Perubahan yang disebabkan belajar itu bersifat relatif permanen, yang berarti perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relatif lama.
(4) Perubahan perilaku  - baik yang aktual maupun yang potensial merupakan hasil belajar yang melalui pengalaman dan latihan.
Pada dasarnya, hasil belajar itu mempengaruhi dan membentuk gaya berpikir karena dalam belajar selalu melibatkan fungsi kognisi atau berpikir itu sendiri. Pembentukan gaya berpikir ini tentunya juga dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman yang dialami oleh individu. Namun juga, gaya berpikir akan mempengaruhi gaya dan atau pola belajar dan bekerja seseorang. Hubungan ini bersifat implikatif satu sama lain. Pola belajar tersebut dengan tipe-tipe gaya berpikir yang disebut di atas tentunya beda satu dengan yang lainnya.
d) Gaya Berpikir Menentukan Prinsif-prinsif dalam Belajar
            Telah dipaparkan di atas bahwa gaya berpikir dan belajar memiliki hubungan yang implikatif yang keduanya menggunakan proses kognisi di dalamnya. Tipe gaya berpikir Sekuensional Konkret dapat mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta informasi rumus-rumus dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Prinsif belajarnya tipe ini adalah prosedur dan keteraturan satu dengan lain. Tipe ini menyukai belajar yang berurutan dan tidak menyukai sesuatu yang tidak teratur. Selanjutnya, tipe gaya berpikir Sekuensional Abstrak selalu berpikir logis, rasional dan intelektual. Prinsif belajarnya tipe ini adalah konseptor dan penuh gagasan yang mendalam. Tipe ini menyukai keteraturan sama halnya dengan tipe sebelumnya, namun bedanya tipe ini lebih menyukai berpikir daripada merealisasikan pikirannya. Selanjutnya tipe gaya berpikir Random Abstrak sanantiasa berpikir berdasarkan perasaan dan emosi. Tipe pemikir ini merasa dibatasi ketika berada di lingkungan yang sangat teratur, mereka suka berkiprah di lingkungan yang tidak teratur yang berkaitan dengan banyak orang. Prinsif belajarnya tipe ini adalah ketidakteraturan dan menyukai melibatkan emosi dan perasaan dalam pemahaman dalam pembelajaran. Yang terakhir adalah tipe gaya berpikir Random Konkret. Tipe pemikir Random Konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Mereka berdasarkan pada kenyataan tetapi sering melakukan coba-coba (trial and error) karenanya mereka sering melakukan lompatan yang intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif yang sebenarnya.
Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri dan waktu bukanlah skala prioritas bagi orang-orang pemikir ini. Mereka lebih terobsesi pada pada proses daripada hasil. Pemikir tipe ini berpegang pada realitas dan mempunyai sikap ingin mencoba. Prinsif belajar tipe ini adalah kreatifitas dan ketidakteraturan atau ketidakurutan. Tipe ini mampu meciptakan terobosan-terobosan atau inovasi terhadap suatu persoalan yang dihadapinya.


III.       KESIMPULAN
Belajar  membentuk pola atau gaya berpikir seseorang, namun selanjutnya, pola atau gaya berpikir ini akan menentukan prinsip-prinsip yang dilakukan dalam belajar. Gaya berpikir dan belajar memiliki hubungan implikatif satu sama lain dan keduanya sama-sama menggunakan proses kognisi dalam prosesnya. Sebenarnya, tidak ada satu gaya berpikir yang lebih baik dibanding gaya berpikir lainnya. Keempat gaya berpikir disebutkan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri dalam menyesuaikan prinsip-prinsip dalam belajar.


IV.       DAFTAR PUSTAKA

DePorter, Bobbi dan Hernacki Mike. 1999. Quantum Learning, dialihbahasakan oleh Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Penerbit Kaifa.

Dryden, Gordon dan Von Jeannette. 1999. The Learning Revolution. USA: The Learning Web

Mcdens13. 2010. Menemukan Gaya Berpikir. Diunduh tanggal 21 Juli 2011 dari http://mcdens13.wordpress.com/2010/04/28/menemukan-gaya-berpikir/

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sarbana, Baban, dkk. 2002. Ampuh Menjadi Cerdas Tanpa Batas. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Setiawan, Yamin. 2007. Test Gaya Berpikir. Diunduh tanggal 21 Juli 2011 dari http://www.yaminsetiawan.com/cgi-bin/click.pl?id=test03&url=/test/test03.html

Sunaryo, Busori. 2008. Gaya Berpikir. Diunduh tanggal 21 Juli 2011 dari  http://busori.blogspot.com/2008/09/gaya-berpikir-kita.html

Walgito, Bimo. 2005. Pengantar Psikologi Umum. Edisi Revisi. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar